Spring Memory
Tittle: Spring Memory
Author: Ryuudictator
Genre: School-Life, Friendship, Angst, AU
Rating: T
Cast:
– Park Chan Yeol
– Byun Baek Hyun
– Other
A/N: My first FF about Chanbaek :3 leave a comment yaa? satu komen kalian berharga buat saya
Quotes:
“Sahabat, selamanya akan tetap Sahabat. Walaupun beribu kekurangan yang ia miliki, ia tetap Sahabat.”
Recomendded Song:
– EXO – Don’t Go
– EXO – Baby Don’t Cry
– SM The Ballad – Breath
Happy Read
***
Chan Yeol PoV
“N-Namaku Byun B-Baek Hyun, s-salam k-kenal s-semua.” Pemuda di depan kelas itu memperkenalkan dirinya dengan gugup. Ia membungkukkan badannya.
“Baiklah, Byun Baek Hyun-ssi, kau bisa duduk di…”
“Di sini saja.” Aku melambaikan tanganku.
“Baiklah, kau bisa duduk di samping Park Chan Yeol-ssi. Selamat datang di XII-2.” Ujar Kwon songsaenim datar.
Pemuda yang berpenampilan cukup culun itu melangkah kearah bangkuku. Namun..
BRUKK
Pemuda bernama Baek Hyun itu tersungkur sempurna di lantai. Ada sebuah kaki yang terulur, kaki Kim Jong In. Ternyata dia penyebabnya. Aku menghela napas geram.
“AHAHHAAA!!” Serentak tawa membahana melanda kelasku. Apa-apaan ini? Aku menatap Jong In tajam.
“Apa yang kau lakukan padanya, hah?”
“Memangnya kenapa? Dia cocok mendapatkannya.” Jong In tertawa nista. Aku mendecak.
Aku berdiri dan mengulurkan tangan padanya.
“Ayo Berdiri.” Ia menatapku takut-takut. Tangannya terulur pelan, menyambut uluranku. Ia berusaha berdiri.
“Euh, T-Terimakasih.” Ia menundukkan kepalanya. Ia mengikuti langkahku menuju meja ku.
“Lain kali hati-hati.” Bisikku.
***
Baek Hyun PoV
Namaku Byun Baek Hyun. Ini hari pertamaku bersekolah di sekolah ini, XOXO Boys High School. Kesanku adalah.. WOW! Sungguh, sekolah ini benar-benar keren! Tapi ketika aku memasuki kelas, aku merasa terpojok. Semua siswa di kelas itu kurasa “bad student”. Soalnya aku merasa tatapan mereka menusukku. Astaga.. aku sungguh malu, aku terjatuh tadi! Tapi itu bukan salahku! Siswa berkulit cokelat itu yang membuatku terjatuh! Aissh, siapa itu namanya? Kim Jong? Jong In? Ah, apalah itu. Sialan sekali dia. Oiya, ketika aku terjatuh tadi, ada seseorang yang menolongku. Ya Tuhan, dia tampan sekali! Dia terlihat seperti malaikat.. aku-
“Apa yang kau lakukan disini?” aku mengangkat wajahku. Wajah malaikat itu terpampang jelas di depanku.
“T-Tidak ada..” aku menundukkan kepalaku. Ya ampun kenapa aku jadi begini? Gerutuku. Ayolah, bicara yang benar!
“Oh, boleh aku duduk disini?” tanyanya, aku mengangguk cepat. Ia duduk di sampingku.
“ah, kapan musim semi tiba, ya?” desah Chan Yeol. Aku menolehkan kepala ku.
“Musim semi?”
“Ya, Musim semi, aku ingin melihat musim semi.” Chan Yeol menarik ujung-ujung bibirnya membentuk senyuman.
“Ketika aku tinggal di Jepang. Pada saat musim semi, kami mengadakan tradisi melihat bunga sakura yang bermekaran di Shinjuku Gyoen.”
“Kau pernah tinggal di Jepang?”
“Ya, sejak umurku 12 tahun.”
“Oh ya? Ah, aku ingin sekali kesana.” Aku memasang wajah murung.
“Benarkah?”
“Ya, mengunjungi makam kedua orangtuaku.”
Suasana berlangsung canggung.
“Ngg, orangtuamu sudah meninggal?”
“Ya, 6 tahun yang lalu. Mereka berdua pergi kesana untuk urusan bisnis. Tapi.. Mereka.. mengalami.. kecelakaan.. pesawat.. ” suaraku bergetar. Aku menundukkan kepalaku. Peristiwa itu terlintas lagi dalam ingatanku. Pesawat, Api, Terbakar… aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Aku tidak mau mengingatnya lagi, aku tidak mau..
“Ya, kau menangis?” tanya Chan Yeol
Aku tersentak dan meraba wajahku. Buliran tetesan bening mengalir di kedua pipiku. Aku mengelapnya secepat mungkin
“A-Aku tidak apa-apa..” aku mencoba tersenyum. Ia menatapku khawatir.
“Ya, jangan menangis.” Refleks ia memelukku, aku terdiam. Pelukannya terasa hangat. Aku kembali teringat pelukan ayahku. Aku menyenderkan kepalaku di dadanya.
“Bolehkah aku menangis di dada mu?
***
Malam itu, Baek Hyun tidak dapat terlelap. Entah kenapa, semua ingatan masa lalunya berputar kembali dalam memorinya.
“Eomma dan Appa harus pergi, Baek Hyunnie jaga diri, ya? Kalau eomma dan appa tidak kembali, Baek Hyunnie masih bisa melakukan semuanya sendiri kan? Uri Baek Hyunnie anak yang kuat bukan?”
“Eomma.. Appa..” Baek Hyun mengigau. Bulir-bulir keringat membasahi bajunya. Wajahnya pucat, sangat pucat.
“Jangan tinggalkan Baek Hyun sendirian.. jangan pergi.. eomma.. appa..”
***
Chan Yeol PoV
Sesekali aku melirik ke bangku samping ku. Bangku Baek Hyun. Dia kemana, sih?
Rantai pikiranku terputus ketika Jung songsaenim memasuki kelas.
“Bersedia.” Ujar ketua kelas kami, Kim Joon Myeon.
“Ucapkan salam.”
“Joheun Achim, Songsaenim.”
Kami kembali duduk. Jung songsaenim membolak-balikkan bukunya.
“Siapa yang absen?” tanya Jung songsaenim sambil melihat keseluruhan kelas.
“Byun Baek Hyun, songsaenim.” Ujar ku cepat. Semua kepala menoleh ke arahku.
“Kemana Baek Hyun, Yeol-ah?” tanya siswa di depanku, Do Kyung Soo.
Aku menghela napas panjang.
“Aku juga tidak tahu kemana dia. Mungkin dia sakit?” ujarku berspekulasi.
***
Aku melangkahkan kakiku di sebuah perumahan elit di Gangnam-gu sambil membawa secarik kertas bertuliskan nomor rumah Baek Hyun, Ya, aku ingin mengunjunginya.
Langkahku terhenti di sebuah rumah bercat hijau dengan taman yang cukup luas. Aku mencocokkan nomor rumah itu dengan nomor rumah di kertas yang kupegang ini. Cocok. Aku mengangguk pelan dan melangkah menuju rumah itu. Aku menekan bel.
TING TONG
Aku menggigit bibirku sambil menunggu pintu di buka.
“Ah, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang wanita muda yang membukakan pintu tadi.
“Saya mencari Byun Baek Hyun. Saya teman sekolah Baek Hyun. Benar, ‘kan ini rumahnya?
“Benar. Tapi Tuan Baek Hyun tidak bisa ditemui sekarang. Dia sedang sakit.”
“Bisa antar saya ke kamarnya?”
“Baik.” Wanita muda itu mempersilahkan aku masuk. Kami memasuki sebuah kamar berpintu Putih. Si wanita muda itu membuka pintu.
Aku melihat seorang pemuda tampan terbaring lemah di atas kasur. Sebuah handuk di letakkan di dahinya. Aku mengambil kursi dan duduk di sampingnya. Mukanya sangatlah pucat, bibirnya terus bergetar, menggumamkan beberapa kata.
“Eomma.. Appa.. Nan Bogoshipeoyo..”
Kata-kata terus-menerus terulang olehnya. Aku menatapnya miris. Sungguh malang nasibnya. Takdir memang sudah menjadi takdir. Sulit diubah. Tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Tanganku terangkat, membelai rambut halusnya.
“Baek Hyun-ah. Bangunlah. Aku disini.. di samping mu..” bisikku pelan.
Matanya bergerak pelan, ah, akhirnya dia bangun. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali.
“Eoh, Chan Yeol-ah?”
Aku mengangguk pelan.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyaku perlahan. Ia tidak menjawab dan menatap keluar jendela di sampingnya. Aku mendesah keras. Percuma saja bertanya dengannya, emosinya sedang labil sekarang.
“Apakah kau bisa masuk sekolah besok?” tanyaku. Ia berbalik menatapku dalam, seakan matanya mengatakan ‘memangnya kenapa?’
“Aku.. ah, besok kau masuk, ya? Aku mohon.”
“Kenapa aku harus masuk?” tanyanya pelan.
“Siswa yang lain membenciku.” Ia mengeluarkan argumennya. Aku tertawa canggung.
“Aniyo.. mereka tidak membencimu, Bahkan Kyung Soo bertanya kenapa kau tidak masuk. Ah, Se Hun juga menitipkan salam untukmu. See? Mereka tidak membencimu.”
“Tapi, Jong In?”
Ah, anak itu memang dari dulu suka iseng. Pikirku.
“Ah, sudahlah, lupakan. Besok kau harus masuk, ya?”
Ia tersenyum tipis.
“Kuusahakan.”
“Janji?” aku menyodorkan kelingkingku. Ia tertawa pelan mengaitkan kelingkingnya di kelingkingku. Kami tertawa berbarengan.
”Yeah, We are Bestfriend now. Right?”
***
Sesekali aku melirik ke pintu kelas. Sosok yang kunanti-nantikan tidak kunjung datang, dia kemana sih?
Aku membolak-balikkan buku Matematika ku, berusaha mendalami materi ulangan matematika nanti.
Drap Drap
Aku menolehkan kepalaku cepat ketika mendengar derap kaki itu. Senyumku melebar menantikannya. Sedetik kemudian, senyumku memudar. Ternyata bukan Baek Hyun yang memasuki kelas. Tapi seorang pemuda chubby dan bermata bulat bernama Kim Min Seok. Rasa kecewa menguar di dadaku. Kenapa dia belum datang? Aku melirik jam tanganku. Pukul 07.10. 5 menit lagi masuk. Aku menghela napas panjang, kurasa ia tidak akan masuk hari ini. Kalau pun masuk, ia hanya akan di tendang oleh Park songsaenim.
Hahh… Baek Hyun-ah.. kau kenapa?
***
Setelah pulang sekolah, aku menyempatkan diri kembali mengunjungi rumah Baek Hyun.
TING TONG
“Ah? Park Chan Yeol-ssi?” tanya seorang wanita muda-Pembantu Baekhyun yang kuketahui bernama Jung Soo Yeon-
“Eoh, Baek Hyun ada?” tanyaku canggung.
“Tuan Baek Hyun? Ah, dia sedang check-up di rumah sakit.” Check-up? Aku mengerutkan dahi ku.
“Ah, baiklah. Saya permisi dulu.” Aku menundukkan kepala sedikit dan melenggang pergi dari sana.
Baek Hyun-ah.. ada apa denganmu?
***
@School
Baek Hyun akhirnya datang. Wajahnya terlihat pucat. Ia segera duduk di sampingku.
“Ya, Baek Hyun-ah. Kemarin aku kerumahmu, kata pembantumu kau check-up ke rumah sakit? Kau sakit apa, eoh?” ia menggeleng.
“Tidak, aku tidak apa-apa.”
“Benarkah? Hari ini, wajahmu terlihat begitu pucat. Aku khawatir.”
“Aniyo, jangan terlalu mengkhawatirkanku.” Ia cemberut. Aku tertawa kecil sambil mengacak rambutnya.
“Kau tetap polos seperti anak kecil.”
***
Baek Hyun mengajakku ke taman belakang sekolah. Seperti biasa.
“Hufft, hari ini panas, ya?” keluhku. Aku tidak bohong, sungguh. Hari ini matahari bersinar terik.
“Lumayan.” Jawabnya. Tapi senyumnya tetap terkembang.
Kami duduk di bangku kayu panjang yang dinaungi oleh pohon besar-aku tidak tau pohon apa itu-
“Chan Yeol-ah. Bisakah kau mewujudkan satu keinginanku?” tanya Baek Hyun sambil memejamkan matanya.
“Mengabulkan apa?” tanyaku heran. Kenapa kata-katanya seperti ingin mati besok saja.
“Tolong. Pergilah ke Jepang ketika kelulusan nanti.”
“Eh? Kelulusan?” aku mencoba menerawang. Kelulusan tinggal 4 bulan lagi, waktu yang singkat.
“Memangnya kenapa? Kenapa aku harus-”
“Chan Yeol-ah, jebal.” Ia mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
“Aku mohon. Pergilah kesana dan pergilah ke makam orang tua ku.”
Aku tersentak. Makam orang tua nya?
“Kau bisa, ‘kan?” ia menatapku dalam. Mata yang mengandung banyak permohonan. Aku memejamkan mataku. Semilir angin berhembus pelan membawa ingatanku kembali.
“Semoga aku bisa.”
***
4 Month’s later
Aku tidak melihat Baek Hyun lagi sejak perkataan terakhirnya 4 bulan yang lalu. Baek Hyun di vonis menderita kanker otak stadium 4 oleh rumah sakit. Masih terulang oleh memoriku. Ketika aku berkunjung ke rumahnya beberapa bulan yang lalu. Rumahnya ramai oleh banyak orang. Aku merasa dalam dimensi berbeda saat itu. Aku melangkah pelan ke dalam rumahnya dan menemukan peti mati berwarna putih di sana, dengan seorang pemuda tampan yang mengenakan jas putih di dalamnya. Sosok yang selama ini menjadi sahabat terbaik ku, selalu bersikap polos di depanku, selalu tersenyum lembut di depanku.. pemuda itu.. Byun Baek Hyun..
Aku tersenyum miris sambil menggenggam surat kelulusan di tanganku. Aku menunduk pelan, dan buliran bening itu jatuh lagi. Membasahi surat kelulusanku.
Sebuah suara halus melewati pendengaranku.
“Kenapa kau menangis? Jangan menangis Chan Yeol-ah. Aku disini.” Aku mengangkat wajahku dan menatap sosok samar di depanku. sosok itu, sosok yang kubutuhkan sekarang. Baek Hyun-ah..
“Baek?” Aku mengerjapkan mataku. Memastikan penglihatanku tidak salah.
“Baek? kaukah itu?”
“Ya, ini aku, Baek Hyun.” Sosok samar di depanku tersenyum.
“Baek Hyun-ah..” aku mencoba menggapainya, tapi tanganku seperti menembus udara bebas.
“Baek, kenapa.. aku tidak bisa..”
“Kita sudah tidak berada di dunia yang sama lagi, Yeol-ah.” Hatiku mencelos. Ya, kita memang tidak berada di dunia yang sama. Bodohnya aku.
“Baek, aku akan mengabulkan permintaanmu itu.” Ucapku serius.
“Permintaan yang mana? Oh, Pergi Ke Jepang itu? Kau benar-benar ingin pergi ke sana, Yeol-ah?”
“Ya.” Aku mengangguk. Ia tersenyum.
“Terima kasih.” Dan sosoknya pun menghilang.
***
@Incheon Airport
“Aku mohon. Pergilah kesana dan pergilah ke makam orang tua ku.”
Suara itu kembali bergaung dikepala ku.
“Ya, Baek Hyun-ah, aku akan kesana.” Aku menggenggam pegangan koperku erat.
“Perhatian, Para penumpang jurusan Seoul-Tokyo silahkan memasuki pintu keberangkatan.”
Aku berdiri dan menyeret koper ku. Menyerahkan tiket pada petugas bandara dan melangkah masuk ke pintu keberangkatan.
Baek Hyun-ah, aku akan segera kesana. Tenang saja.
***
@Narita Airport
Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam. Sekarang aku telah berada di sini. Aku menyetop taksi.
“Bisa bawa aku ke pemakaman terdekat?” tanyaku pada supir taksi dengan bahasa Jepang yang fasih.
“Baiklah.” Supir taksiitu mengangguk singkat.
30 menit kemudian taksi itu berhenti di sebuah pemakaman. Aku membayar taksi dan segera turun.
Aku membeli sebuket bunga Lily dan melihat-lihat nama-nama yang tertera di nisan. Mata ku mencari nama nisan dengan marga Byun. Dan akhirnya aku menemukannya, dua buah nisan yang bersebelahan.
Rest in Peace
Byun Baek Woo
Birth: 1980, January, 23
Dead: 2008, July, 14
Dan di sebelahnya.
Rest in Peace
Song Ji Hyun
Birth: 1981, March, 28
Dead: 2008, July, 14
Aku membagi bunga lily di tanganku sama besar dan meletakkannya di dua nisan tersebut. Aku mengatupkan kedua tanganku dan memejamkan mataku.
“Annyeong, ahjumma, ahjussi. Naneun Park Chan Yeol imnida. Aku adalah sahabat dari putra kalian, Byun Baek Hyun. Baek Hyun pasti sudah bersama kalian di surga, ‘kan?” aku mencoba tersenyum tipis di saat kristal bening itu kembali mengaliri pipi ku.
“Baek Hyun menitipkan pesan terakhir nya padaku. Ia berkata aku harus pergi ke Jepang, menjenguk makam kalian.. dan sekarang aku sudah mengabulkannya. Ah, dan satu lagi. Terima kasih sudah menghadirkan Baek Hyun di dunia ini, dia.. dia merubah hidupku, terima kasih..” aku menundukkan kepalaku sedikit untuk menghormati mereka.
Aku berdiri dan mengusap air mata ku. Semilir angin membawa sebuah bisikan yang terdengar olehku.
“Terima kasih, Chan Yeol-ah..”
***
EPILOG
1 Month Later
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan mahasiswa baru. Silahkan masuk.” Dosen Choi mempersilahkan seorang pemuda masuk, aku tersentak. Wajahnya.. mirip sekali dengan Baek Hyun..
“Annyeong, naneun Byun Baek Hyun imnida. Bangapseumnida.” Ucap pemuda di depan kelas. Aku mencelos.
“Byun Baek Hyun?” bisikku tak percaya. Ini tidak mungkin! Apa ini Deja Vu? Dia.. apakah yang di depanku benar-benar Baek Hyun? Sahabat ku? Apa dia reinkarnasi Baek Hyun?
Pandangan Pemuda bernama Baek Hyun itu menjelajahi seisi kelas dan berhenti tepat padaku. Aku membeku. Ia mengedipkan sebelah matanya padaku.
The End